Rabu, Januari 28, 2009

Jadi

*Kata “jadi” – sebuah kata dalam bahasa Indonesia yang tak mudah diterjemahkan — menggambarkan perubahan yang-potensial ke dalam yang-aktual, yang-belum ke dalam yang-sudah. “Kejadian” juga mensugestikan sesuatu yang tak rutin dan terkadang menakjubkan.

*Pendeknya, niat untuk menjangkau sesuatu yang universal itu bodoh, melupakan bahwa “sesama” tak pernah “sama”, kecuali sebagai angka statistik.

*Agaknya ia tak ingin kita membunuh diri dengan saling menghancurkan, setelah putus asa melihat diri sendiri sebagai unsur yang keji di planet bumi. Agaknya ia ingin manusia seperti pohon hutan: makhluk yang luka tapi memberi tetes air dan keajaiban.

Dikutip dari Badri - Catatan Pinggir Goenawan Mohamad.

4th: Happiness Is A Warm Gun

Kepasrahannya diletakkan di hadapan pistol revolver enam lubang berisi satu peluru. Roulette orang rusia, yang taruhannya tetap nyawa. Petualangannya akan segera dia paksahentikan. Jika, dan hanya jika, peluru yang diletakkan terbuat dari timah, diarahkan tepat ke pelipis, dan dia sedikit kurang beruntung.

Happiness is a warm gun, yes it is.


Kurang lebih hari ini dan esok lusa nanti tidak akan jauh berbeda. Terikat pada pola dan plot yang sama. Terjebak oleh sosok yang sama. Terjepit di dalam lubang dalam yang sama. Yang akan nampak berbeda hanyalah intensitas cahaya pada langit biru yang kadang berhimpit kelabu. Arah langkahnya, bahkan senandung kecilnya sama. Apa yang Ia renung dan utarakan? Ketika tuhan dengan mirisnya bertanya padanya melalui Jibril, "Kau mau apa? Mau kemana? Untuk apa kau pergi lagi kesana?" Yang ada di benak dan yang keluar dari lisannya tidak sama. "Aku hanya ingin melihatnya. Disana di jendela kamarnya, yang hanya kebetulan selalu kulewati. Tidak apa, aku hanya ingin pun". Tuhan berbisik padanya melalui Jibril, "Hey bebal, makna hidupmu kan berujung hanya disana di hadapan jendela kamarnya. Kelak kau saksikan sendiri dengan mata kepalamu, niscaya anganmu dan dirimu kan disapu angin selayaknya debu bisu yang tak berharga. Kau kan terdampar selamanya di dalam gelap." Ia termangu mendengarnya, pias, hanya mengangguk penuh khidmat. Ia melangkah dalam diam seperti bayangan hitam yang dinaungi pepohonan. Sementara, isi otaknya terus diputar, dan logikanya terus digali.
Hingga setibanya Ia di sebuah ujung di suatu jalan yang penuh dengan cahaya remang. Merasa terang, ia berkesimpulan, "Tidak ada masalah dengan semua itu. Aku hanya ingin bahagia. Aku menginginkan kesenangan. Aku ingin cahaya. Tidak ada yang salah dengan itu. Kan kutatap matanya dalam. Kureguk semua cahayanya. Hingga suatu saat ia merasa gelap yang hampa, dan dicarinya cahayanya yang sudah kureguk dan kusimpan. Yang hanya milikku dan ada padaku. Dan kamipun kan bersinar bahagia bersama selamanya." Ia kembali melangkah, sudah jelas kini tujuannya, dan kemudian berlari.
Ia tiba, sekali lagi, di tujuan. Terburu oleh nafsu, didongakkan cepat kepalanya keatas, diarahkan pandangannya ke jendela. Dan dalam sekilas waktu Ia tersadar, bahwa apa yang diharap dan didamba ternyata luntur. Sosok yang Ia harap masih disana. Mata yang ia tatap penuh damba masih disana. Tapi tidak esensinya. Ia terlambat. Cahaya mata sang putri telah lebih dulu padam.
Seraya Ia memaki, angin itu datang. Ia tersapu olehnya menghilang, dan tak pernah terlihat lagi.

Happiness is a warm gun, yes it is.

Ia mulai menghitung. Ditariknya pelatuk. satu. Tidak terjadi apa-apa. Semuanya masih sama seperti sedia kala. Bulir-bulir keringat bertetesan dari dahinya, meluncur menuju leher dan jatuh membasahi lantai. Benarkah ini yang dia inginkan, dia butuhkan. dua. Semua masih sama, serba memuakkan dan bergetah. Jika, dan hanya jika, pistol tidak meletus pada tarikan terakhir ini dia berniat untuk... tiga. Dan isi kepalanya berhamburan ke lantai. Jatuh bercampur genangan keringat.

Happiness is a warm gun. Bang bang shoot shoot.