Selasa, Mei 12, 2009

6th: Anak Kecil Pamer Biji

Cerita keenam ini bukan berisi cerita mengenai pengalaman saya dan teman-teman saya. Saat melihat seorang anak kecil mengencingi kepala temannya saat sedang sujud pada suatu shalat jum'at. Bukan.

Tapi mengenai keinginan saya untuk kembali menjadi seorang anak kecil.
Seorang anak kecil bisa melakukan banyak hal. Semuanya. Apapun. Segalanya.
Tanpa perlu berpikir. Menimbang-nimbang. Dan memutuskan.

Lelah menjadi orang dewasa. Dimana semua hal perlu diperdebatkan Dan dianalisa menggunakan logika dan nurani. Kemudian dilakukan dengan siap menerima segala konsekuensinya. Kalaupun pada akhirnya tidak, at least, ditulis di blog.

Saya sering berargumen dengan hidup. Terlalu sering. Biasanya, hidup selalu memberikan solusi, dan konklusi terhadap hal-hal, isu, atau masalah tersebut. Saya berterima kasih kepada hidup. Sangat berterima kasih. Yang berarti dibaliknya, saya berterima kasih kepada Dzat yang maha agung yang senantiasa menyaksikan dan mengizinkan hidup tetap berputar searah jarum jam. Yang memberi jawaban atas segala pertanyaan, analisa, dan "tebak-tebak berhadiah" yang saya lakukan, terlalu tepat. Sepertinya saya memang ditakdirkan menjadi seorang consultant. Haha. Cos i'm just too good at it. Analyzing. Atau menjadi seorang kiai. Cos im too patient, according to what my friend have said. Come on, mate. Cheerio. Life's good, as you know it. Haha.

Tampak begitu picik membicarakan rasa terima kasih kepada tuhan, disaat saya sendiri menulis ditemani sebotol vodka mix (hanya 4.8% kok. Cheers, mate.) di kosan seorang teman baik saya di Cihampelas.

Saya tidak ingin memperlakukan dan melakoni hidup saya seperti sinetron. Mungkin dulu pernah, Alhamdulillah, sudah lama tidak. Karena tanpa begitupun, hidup saya sudah sekelas film box office. Yah mirip-mirip Trainspotting, lah. Meskipun lebih lembek, dan Ewan Mc Gregor lebih ganteng dari saya. Intinya, saya tidak akan melakukan hal aneh dan berlebihan hanya untuk meramaikan suasana.

Seperti yang sudah saya tulis di 5th, cerita sebelumnya, yaitu:
Seorang pria duduk. Dalam diam. Memperhatikan. Membakar cerutunya. Melihat jam. Tersenyum kecil, sinis. Kemudian pergi berlalu.
Ganti cerutu dengan A mild sampoerna menthol. Sayalah pria itu.
Saya melihat jam, hanya untuk memastikan ia tetap berputar. Dan memang sudah terlalu lama. doh.
Dan saya memang pergi berlalu.

Kalau begitu. Untuk apa kamu menulis, Haikal?
Untuk pamer, tentu saja. Karena saya menang. Atas pikiran, dan biji saya sendiri. Meskipun saya tahu pasti tidak ada yang perlu dibuktikan.

Karena meskipun lelah, ternyata saya sudah.

Redi teu, barudak? Cheers.

Roos Haikal Ramadhan

Tidak ada komentar: